Thursday, September 15, 2016

Nabi Adam bukan Manusia Pertama




Nabi Adam as bukan manusia pertama? Membaca judul ini, saya rasa banyak orang yang akan kaget. Sebab, yang kita tahu sejak SD (di pelajaran agama) manusia pertama di bumi adalah Nabi Adam as bukan? Adanya, diktum bahwa “Nabi Adam bukanlah manusia pertama” seakan-akan meluluh-lantakkan pondasi iman kita.

Semoga saja, tulisan ini tak menyulut pelabelan “otomatis kafir” atas diri saya. Toh, saya menulis berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan dalam ayat-ayat Quran.

Saya akan mulai dengan bahasan, Allah hendak menjadikan seorang “Khalifah” di muka bumi. Tentu, kata “Khalifah” ini merujuk kepada Nabi Adam as. 

Mendengar Allah hendak menjadikan seorang Khalifah, para malaikat “protes”. “Apakah Engkau akan menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di dalamnya?” begitulah protes para malaikat.

Pertanyaannya adalah, mengapa para malaikat bisa tahu bahwa yang namanya manusia akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah? Sekiranya, Nabi Adam adalah manusia pertama. 

Tentu saja para Malaikat bisa tahu. Sebab, sudah ada manusia-manusia lain sebelum dijadikannya Nabi Adam as. Para malaikat sudah memiliki data tentang sifat-sifat manusia. Mustahil tanpa “track reccord” malaikat tahu masa depan sebagai mana Allah sebagai ‘Alimul Ghaib.

Tapi. Yang hendak Allah ciptakan adalah seorang “Khalifah”. Ia adalah manusia pilihan yang akan membawa manusia pada sebuah peradaban yang lebih untuk zamannya. Kata “khalifah” bisa juga diartikan sebagai nabi, sebagaimana Nabi Daud as disebut sebagai Khalifah dalam Quran.

Adanya seorang Khalifah, yakni utusan Allah, manusia dapat mencapai tingkatan dimana mereka mampu melampaui derajat para malaikat. Sebab, manusia diberi pilihan untuk menjalani hidupnya. Mau mengambil jalan kebaikan atau jalan keburukan.

Tentunya. Nabi Adam as tidak akan bisa disebut Khalifah kalau tidak ada “umat”. Sebagai Khalifah, siapakah yang akan Nabi Adam as bimbing untuk meraih derajat dimana para malaikat “bersujud” di hadapannya? 

Apakah Nabi Adam tinggal di Surga?

Mayoritas umat Islam akan menjawabnya, “Ya”. 

Nabi Adam as beserta istri beliau diperintahkan untuk tinggal di sebuah tempat bernama “jannah”. Kata “jannah” ini diterjemahkan sebagai surga. Padahal, arti yang umum dari kata “jannah” salah satunya adalah kebun atau taman.

Kalau kata “jannah” disini diartikan sebagai surga, bagaimana dengan ayat ini, “Laa yamassuhum fiihaa nashabun wamaahum minhaa bimukhrajiin.” (QS. Al-Hijr: 49)

Yang artinya, “Keletihan tidak akan menyentuh mereka di dalamnya (surga) dan (selamanya) mereka tidak akan dikeluarkan dari situ.”

Bagaimana bisa Nabi Adam as dikeluarkan dari surga? Padahal, sudah terdapat ketentuan bahwa mereka yang masuk ke dalam surga takkan pernah bisa dikeluarkan dari situ.

Quran mengatakan bahwa Nabi Adam as dikeluarkan dari “jannah” karena kesalahan yang beliau dan istri beliau lakukan. Lalu, pertanyaannya adalah, bagaimana bisa di dalam surga manusia berbuat kesalahan? Bukankah, hal-hal baik saja yang akan dikerjakan manusia dalam surga? Apakah di dalam surga masih terdapat ujian yang harus manusia lewati? Bukankah surga adalah akhir dari segala apa yang telah manusia kerjakan?

Tentu. Pertanyaan-pertanyaan ini amat pelik untuk dijawab. Ya, karena kita sudah keliru memahami makna dari “jannah”. Pemahaman yang salah ini, yang membuat ayat-ayat Quran lainnya tak mendukung satu sama lain. Kita hanya bisa berkomentar, “Pokoknya.. Pokoknya..”

Ringkasnya. Kata “jannah” disini harus diterjemahkan dalam arti yang berbeda. Seperti taman atau kebun yang memiliki tanah yang subur, di dalamnya mengalir sungai-sungai. Dan disitu terdapat sebuah kehidupan yang terdiri dari banyak manusia. 

Sebuah mimpi dari Muhyiddin Ibnu Arabi

Ibnu Arabi, seorang sufi besar, mengatakan bahwa ia bermimpi melihat dirinya sendiri sedang bertawaf di Ka’bah. Dalam mimpi itu seorang yang menyatakan dirinya sebagai nenek moyangnya nampak di hadapannya.

“Sudah berapa lama berlalu sejak anda meninggal?” tanya Ibnu Arabi.
“Lebih dari 40.000 tahun,” jawab orang itu.
“Masa itu jauh lebih lama, dari masa yang memisahkan kita dengan Adam,” kata Ibnu Arabi lagi.
Orang itu menjawab, “Adam yang mana yang engkau bicarakan? Adama yang terdekat kepada engkau atau Adam yang lain?”
“Maka aku ingat,” kata Ibnu Arabi. “Suatu sabda Rasulullah saw yang maksudnya bahwa Allah telah menjadikan tidak kurang 100.000 Adam dan aku berkata dalam hati, ‘Barangkali orang yang mengaku dirinya datukku ini seorang  dari Adam-Adam terdahulu.’”

1 comment:

  1. Assalamualaikum wr.wb,
    Pelajarilah agama islam dengan orang-orang yg diberikan ilmu pengetahuan dari Allah.

    Untuk mengetahui kehadiran makhluk sebelum Adam ini kita harus mulai dengan penciptaan alam semesta yg telah tertera pada alquran yg berilmiah dan penuh dengan hikmah terlebih dahulu.
    “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya…”(Q.S. AlAnbiya [21] :30)

    Dahulu sebelum penciptaan manusia yaitu Adam, langit(galaksi bima sakti) dan bumi(galaksi kita = bumi,matahari bulan,dan seluruh planit-planit pada tata surya kita) masih bersatu padu.
    pada saat ini Allah telah menciptakan makhluk( purba) tertera pada surat fushilat ayat 9/10
    Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam”.Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.

    penciptaan galaksi(tata surya) kita ini termasuk kehidupan di atas bumi memerlukan waktu 4 masa,dalam waktu 4 masa ini sudah ada penghuninya(makhluk purba bukan manusia purba) kehidupan mereka berlangsung dengan 2 masa dalam keadaan yg penuh dengan bencana atas serangaan meteor-meteor yg berjatuhan pada permukaan bumi (mengingat bersatu padunya tata surya kita dan galaksi bima sakti(langit) menyebabkan belum adanya kestabilan.
    lantas berfirmanlah Allah kepada malaikat : pada surat Al Baqarah ayat 30.
    Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berkata kepada para Malaikat:’Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi . Mereka bekata:’Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui ” (QS.Al-Baqarah: 30).

    Sedemikian rupa Allah telah meneruskan tujuannya untuk menciptakan alam semesta yg stabil agar manusia (adam) dapat hidup tanpa bencana hujan meteor yg dpt memusnahkan kehidupan mereka.Setelah pemisahanyg pertama antara galaksii kita(bumi, matahari,bulan dan seluruh planit2) dengan tujuh langit(bima sakti), Allah memerintahkan kepada bumi(galaksi kita) dan tujuh langit(bima sakti) agar mendekat karena Allah bermaksud untuk menghiasi langit pertama dengan bintang-bintang.
    penciptaan alam semesta ini berlangsung dengan firmanNYA,

    Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (LANGIT SAAT INI SUDAH TERPELIHARA.)

    wassalamualaikum wr.wb,
    ustd.sayyid

    ReplyDelete