Saya yakin. Banyak jomblo percaya bahwa jodoh itu sudah
ditentukan. Yah gak? Itulah alasan banyak jomblo bersikap apatis untuk
berikhtiar mendapatkan jodohnya. Katanya, “Toh jodoh sudah ditentukan. Untuk
apalagi berikhtiar.”
Inilah jomblo aliran “Jabariyyah”. Mereka lebih
percaya bahwa semua telah ditakdirkan. Tidak tersisa lagi ruang untuk manusia
memilih takdirnya.
Selalu saja muncul pertanyaan tentang ini. “Saya menikah
dengan si A. Berarti si A ini jodoh saya.” Bagaimana jika saya menikahi si A,
lalu kami bercerai. Apakah si A bukan jodoh saya? Apakah jodoh pun bisa
direvisi?
Lalu, saat cerai terjadi. Gak lama berselang, ia
menemukan si B. Menikahinya. Dan memantapkan dalam hati bahwa si B adalah
jodohnya yang sebenarnya. Ternyata, jodoh itu seperti “skripsi”.
Kasus lainnya. Banyak kita temukan orang-orang yang tak
berjodoh alias jomblo sepanjang hidupnya. Apakah ia ditakdirkan tak berjodoh? Padahal,
katanya, jodoh telah ditentukan. Apakah ada pengecualian tentang ini? Ternyata,
jodoh pun bisa pilih kasih.
Berarti ada yang salah dengan pemahaman kita tentang diktum “jodoh
telah ditentukan”. Kita akan terjebak pada pertanyaan-pertanyaan sepele pasca
nikah, “Apa benar si fulan/fulanah jodohku?” saat kita bertengkar hebat dengan
pasangan kita. Dan kita pun mulai ragu dengannya.
Dan kita sering mengkambing-hitamkan “konsep jodoh” untuk
membenarkan perceraian. Dengan dalih “Oh si fulan/fulanah bukan jodohku, jadi
aku harus cari jodohku yang sebenarnya”, perceraian pun tak mampu dihindari.
Saya terus merenungi masalah ini. Mencari sebuah alternatif
untuk memahami konsep tentang jodoh. Hingga akhirnya, saya menemukan sebuah rumusan
baru tentang masalah ini.
Jadi...
Maksud dari diktum “Jodoh telah ditentukan”, itu berarti
bahwa jodoh kita(kaum laki-laki) adalah perempuan. Begitu juga sebaliknya. Itu sudah
pasti, kecuali kita punya orientasi seksual yang di luar kebiasaan.
Rumusannya: Jodoh laki-laki adalah perempuan, dan jodoh
perempuan adalah laki-laki.
Siapakah laki-laki/perempuan itu, kita yang tentukan
sendiri. Apakah si A, si B, atau si C. Semua bergantung pada diri kita, apa
yang kita miliki, apa yang menjadi prinsip hidup kita, dan apa yang kita
yakini.
Saya ingin perempuan shalehah. Saya ingin perempuan yang
kaya. Saya ingin perempuan yang pintar. Saya ingin perempuan kayak Raisa. #ehh
Setiap kita selalu punya kesempatan untuk memilih siapa jodoh kita.
Jadi, jodoh itu sudah pasti. Pasti perempuan atau laki-laki.
Tentang siapanya itu, apakah itu Raisa, Isyana, atau Ratna (Sarumpaet), itu
semua bergantung pada ikhtiar dan kemujuran kita.
Konsep jodoh punya kemiripan dengan konsep “kematian”. Jadi,
kematian itu sudah ditentukan. Setiap manusia bakal mati, itu satu ketetapan
yang gak bisa ditolak lagi. Kapan kita mati, itu bergantung pada kita
sendiri.
Mau mati cepat? Perbanyak makan, yah lima kali sehari. Buat gula
darah naik, kolesterol, asam urat, lemak dan segala macam racun. Perbanyak makan
gorengan pinggir jalan yang minyak sudah lima kali penyariagan. InsyaAllah,
apabila kita istiqamah, malaikat akan segera menjemput.
Mau hidup lama? Rajin-rajinlah olahraga yang menyehatkan,
bukan yang menyusahkan tubuh. Perbanyak makan sayuran dan buah, sebab gigi
manusia didesain herbivora. Banyak kok tips-tips seputar cara memanjangkan
usia. Tinggal gugling.
Lagi. Jangan suka ngebut, meski kecepatan adalah sesuatu
yang menakjubkan. Banyak-banyak sedekah, sebab sedekah membuat manusia gak
merasa memiliki sesuatu yang bakal ditinggilainya. Hidup bahagia, karena
bahagia, membuat manusia tidak takut mati. Setan malas menghadapi manusia model
gini.
Jadi. Lama-sebentarnya usia kita, bergantung pada jenis
kualitas hidup kita. Sebab, hidup ini hanyalah kumpulan hukum sebab-akibat. Apa
yang kita upayakan, itulah yang akan kita dapatkan.
Kembali ke masalah jodoh...
Ringkasnya. Jodoh itu gak perlu dikejar, sebab dia gak
akan lari. Palingan nikung. Tapi. Jodoh itu gak bisa diam. Sebab, setiap
orang tengah mencari jodohnya. Buatlah jodohmu dan jodohnya bertemu di sebuah
titik, hingga ia tak mampu lagi bergerak kemana-mana.
Mungkin, KUA bisa menjadi titik temu yang paling mungkin.
Terakhir. Saat kita telah memutuskan untuk berjodoh dengan
si fulan/fulanah. Saat itulah kita menetapkan jodoh kita. Yakini itu sebagai
sesuatu yang pantas untuk diperjuangkan. Meski, berjuang pada saat itu, semisal
perjuangan mengubah Jakarta menjadi kota yang bebas banjir.
Selalu ada aja yang rintangan menuju tujuan akhir. Yang membuat
kita merasa sudah tak mampu lagi. Tapi, keyakinan adalah kuncinya. Mukjizat pun
bermula dari keyakinan. Maka, yakinlah.
Ya, betoel itoe. Saia poen jakin sejakin-jakinnja.
ReplyDelete