Soal
Tax Amnesty, masih ada aja yang ributkan. Kemarin kita lihat banyak
buruh yang demo tentang ini. Pemerintah dinilai hanya menguntungkan korporasi
dan pengusaha.
Yang
mulia Said Iqbal bersabda, “Bagi buruh UU Tax Amnesty ini mencederai rasa
keadilan para buruh, buruh taat pajak tetapi orang-orang kaya, korporasi,
pengusaha hitam, orang-orang pemilik modal besar diampuni pajaknya.”
Selain
demo soal Tax Amnesty, buruh juga demo soal Pilkada DKI. Mereka menolak
Ahok jadi Gubernur DKI. Luar biasa sekali kepedulian buruh yang kebanyakan
warga Jabar ini terhadap DKI. Meski kurang relevan, tapi tak mengapa, yang
penting kan rame. Bisa silaturahim sekalian.
Saya
tahu, Tax Amnesty itu membunuh rasa keadilan kita. Anda yang taat bayar
pajak tentu geram dengan kelakuan pengusaha-pengusaha ini, yang mungkin bos
anda. Dan kita punya hak untuk menyuarakan semua ini.
Kita
sadar bahwa para pengusaha hitam itu gak punya nurani untuk ikut serta
bangun bangsa. Mereka mau kaya sendiri. Tidak mampu memberi sepersekian persen
hartanya untuk pembangunan bangsa ini.
Ngomong-ngomong
tentang pembangunan. Bisa jadi, inilah alasan para pengusaha itu enggan taruh
duit di Indonesia. Mereka bayar pajak gede, tapi uangnya entah menjadi apa?
Banyak proyek yang mangkrak.
Pikir
mereka, daripada itu duit dimakan sama orang-orang tak bertanggung jawab, lebih
baik dimakan sama keluarga sendiri. Diendapkanlah dana-dana triliunan rupiah
itu di luar.
Saya
rasa tiap orang perlu jaminan tentang apa yang telah ia sumbangkan. Jangan cuma
berlindung dibalik konsep “ikhlas”.
Bukankah
kita beramal shaleh, sebab takut akan azab neraka dan menginginkan rahmat
surga? Kita perlu jaminan tentang ganjaran itu. Bukankah kita makhluk yang
pamrih? Dan Tuhan tahu itu.
Anda
suka berkontribusi melalui kitabisa(dot)com? Apa yang membuat anda ingin
menyumbang? Apakah semata-mata anda ikhlas? Tidak juga. Kita menyumbang karena
kita melihat adanya jaminan bahwa dana itu akan dimanfaatkan secara amanah.
Kita
yang menyumbang cuma 100ribu, 200ribu saja butuh kepastian tentang itu. Apalagi
mereka yang menyumbang dengan nilai ratusan juta bahkan miliyaran rupiah.
Tahu
tidak, kenapa Pakde Jokowi tidak menggalakkan program Tax Amnesty di awal-awal
masa jabatannya? Penerawangan saya yang lemah menyimpulkan bahwa Pakde mau
memperlihatkan dulu komitmennya pada pembangunan di negeri ini. Menyelesaikan
proyek yang mangkrak. Baik itu jalan tol, jalan antar provinsi, maupun tol
laut.
Pakde
mau kasih tahu kepada mereka yang berduit bejibun dan enggan kena pajak, “Nih..
kamu lihat. Komitmen kami tentang pembangunan Indonesia. Semua jelas,
transparan, dan tepat sasaran.”
Setahun
cukuplah buat kasih gambaran bahwa pemerintahan sekarang bisa dipercaya untuk
mengelola anggaran. Akhirnya, digagaslah program Tax Amnesty.
Pakde
tahu, sebagai presiden ia tidak bisa melarang orang (pengusaha) untuk jadi kaya
raya. Itu hak mereka. Toh, itupun bisa menghidupi banyak orang. Tapi, Pakde
juga tahu, sebagai presiden ia bisa membuat pengusaha-pengusaha itu dermawan.
Dibantu
“Srikandi” Indonesia yang sangat pakar urusan “duit”, Ibunda Sri Mulyani.
Pengusaha-pengusaha itu terjerat hatinya untuk menjadi dermawan. Mereka yakin
bahwa inilah waktu yang tepat untuk membangun negeri. Saat garong-garong
berdasi terkulai tak berdaya.
Per
1 Oktober 2016, deklarasi harta mencapai 3.500 Triliun, dana repatriasi tembus
140 Triliun dan dana pajak yang berhasil dihimpun dan masuk kas negara tembus
97 Triliun. Lalu?
Lalu,
rupiah menguat terus. Bursa saham Indonesia berhasil mengalahkan Singapura dan
Malaysia. Inilah prestasi Pakde yang setahun lalu dikabar-gaibkan akan lengser.
Ternyata, kabar gaib itu benar. Pakde lengser dari ekonomi Indonesia yang
terpuruk, menuju ekonomi yang membaik dan menguat.
Mereka
yang mencibir Pakde di awal, pada akhirnya, hanya bisa melongo tak karuan.
Mereka menjadi saksi bahwa sekali lagi, mereka kalah telak. Dan sekali lagi,
mereka masih gak bisa move on dari pengalaman pahit Pilpres lalu.
Kepada
para buruh yang terkasih, juga pekerja-pekerja lain yang punya pemikiran serupa
dengan para buruh. Saya hanya ingin katakan bahwa 97 T itu bukan nilai yang
sedikit. Butuh kesadaran yang tinggi untuk bisa mengumpulkan sejumlah itu.
Dengan
adanya Tax Amnesty berarti percepatan pembangunan negeri ini makin
terlihat.
Dengan
adanya Tax Amnesty berarti kita sudah belajar memaafkan dan memberi
kesempatan kepada pemiliki modal untuk ikut serta membangun negeri.
Tidak
ada yang bisa cegah orang jadi kaya. Tapi kita bisa membuatnya jadi dermawan.
No comments:
Post a Comment