Thursday, July 14, 2016

Pangeran Saudi juga MANUSIA

Dijagat maya beredar luas foto-foto Pangeran Saudi, Nawaf al-Saud. Foto-foto Pangeran Nawaf itu menjadi viral di media sosial. Di dalam foto-foto itu, Pangeran Nawaf sedang menghabiskan liburan di atas sebuah “yacht” mewah dengan berpesta dan dikelilingi para perempuan yang asyik berbikini ria.
Beragam reaksi pun bermunculan. Ada yang mencerca habis-habisan. Ada yang cuma bisa “prihatin” tanpa bisa memberi komentar. Tapi, ada juga yang gak tahu berita tersebut. Sebab, yang memberitakan adalah media “mainstream” yang katanya telah “disusupi” asing.

Mereka yang “phobia-Saudi” memang keterlaluan. Pangeran Nawaf juga manusia. Beliau juga punya naluri ke-maskulin-annya yang kalau berada di Saudi selalu beliau tahan-tahan. Coba anda ke Saudi, jalan-jalanlah untuk mencari gambaran tentang perempuan disana. Apa yang anda dapat? Abstrak!

Anda hanya bisa menerka-nerka sambil membayangkan dengan imaginasi anda yang nakal tentang gambaran perempuan disana. Mereka pakai “burqa” yang hanya menyisakan mata. Wajah, bentuk tubuh, apalagi rambut, anda tidak punya hak untuk melihatnya. Silahkan menerka-nerka..

Tidakkah kalian melihat penderitaan sahabat-sahabat kita disana. Mereka harus berjihad melawan “hawa nafsu” dimana mata adalah awal mula perbuatan zina. Kalian tentu bisa mati dalam ke-galau-an yang nyata kalau hidup di Saudi.

Dan saya rasa, jadi jomblo disana pastilah lebih sakinah, mawadah, warahmah. Sebab, ia menjadi jomblo karena alasan syari’at yang telah tegak menjadi undang-undang. MasyaAllah...

Kembali ke masalah Pangeran Nawaf. Anda tidak bisa mencercanya sebab telah berpesta ria bersama model-model  berbikini. Itu adalah alami.

Saat naluri manusia dibungkam oleh undang-undang, apakah itu syari’at atau sekular, maka saat ada kesempatan untuk terhindar dari undang-undang, saat itu itulah naluri tersebut meledak. Duarr.. Bukankah ini fenomena yang alami yang bisa terjadi dimana saja dan terjadi oleh siapa saja?

Apalagi, “jihad melawan hawa nafsu” adalah jihad akbar, yang terbesar dari antara jihad-jihad lainnyaa. Lihatlah, ISIS pun tak sanggup kalau harus berhadapan dengan “selangkangan”. Dibuatlah konsep “budak seks” yang dianggap syar’i. Padahal itu cuma akal-akalan mereka yang sulit berjihad melawan hawa nafsu.

Kalian harus paham kalau level jihadnya Pangeran Nawaf masih terbatas pada “takut” dengan undang-undang. Makanya, saat beliau berada di suatu tempat dimana undang-undang tersebut tak berlaku, yah beliau akan “berani” untuk melanggarnya.

Seperti mereka yang takut sama “pajak”. Rasa takutnya ini memaksa mereka cari tempat lain dimana tak ada “pajak” di dalamnya. Sialnya, gara-gara “panama papers”, rasa takut mereka terbongkar.

Sebenarnya, hukum dan undang-undang itu adalah untuk “dipahami” bukan ditakuti. Memahami bahwa semua itu baik untuk kita, kalau dijalankan.

Tuhan gak pernah maksa kita kok. Cerita-cerita tentang “azab yang pedih” hanyalah contoh bahwa setiap sebab punya akibatnya. Setiap kebaikan punya ganjarannya, setiap keburukan punya balasannya. Dan memilih jalan kebaikan atau keburukan, itu kuasa kita untuk mengambilnya. Kita berkuasa penuh atas takdir kita.

Jadi, jangan terlalu bersemangat yah mencerca sang Pangeran. Sebab, ia sedang dalam masa “puber” dalam memahami Islam, memahami “jihad melawan hawa nafsu”. Meski, ia adalah orang penting di Arab, tempat Islam lahir.

Tak penting kita lahir dimana, berbangsa apa, berkulit apa, bersuku apa. Allah telah memberitahu kita, “Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling bertakwa di sisi Allah”. Yah... “Di sisi Allah”. Dan cuma Allah yang TAHU.

Sepanjang apapun gamismu, sepanjang apapun janggutmu, dan sehitam apapun dahimu, hanya Allah yang TAHU siapa yang paling bertakwa di sisi-Nya.

Bisa jadi Ahok lebih “bertakwa” dibanding anda... #lah

No comments:

Post a Comment