Beragam reaksi pun bermunculan. Ada yang mencerca habis-habisan. Ada yang cuma bisa “prihatin” tanpa bisa memberi komentar. Tapi, ada juga yang gak tahu berita tersebut. Sebab, yang memberitakan adalah media “mainstream” yang katanya telah “disusupi” asing.
Mereka yang “phobia-Saudi” memang keterlaluan. Pangeran
Nawaf juga manusia. Beliau juga punya naluri ke-maskulin-annya yang kalau
berada di Saudi selalu beliau tahan-tahan. Coba anda ke Saudi, jalan-jalanlah
untuk mencari gambaran tentang perempuan disana. Apa yang anda dapat? Abstrak!
Anda hanya bisa menerka-nerka sambil membayangkan dengan
imaginasi anda yang nakal tentang gambaran perempuan disana. Mereka pakai “burqa”
yang hanya menyisakan mata. Wajah, bentuk tubuh, apalagi rambut, anda tidak
punya hak untuk melihatnya. Silahkan menerka-nerka..
Tidakkah kalian melihat penderitaan sahabat-sahabat kita
disana. Mereka harus berjihad melawan “hawa nafsu” dimana mata adalah awal mula
perbuatan zina. Kalian tentu bisa mati dalam ke-galau-an yang nyata kalau hidup
di Saudi.
Dan saya rasa, jadi jomblo disana pastilah lebih sakinah,
mawadah, warahmah. Sebab, ia menjadi jomblo karena alasan syari’at yang telah tegak
menjadi undang-undang. MasyaAllah...
Kembali ke masalah Pangeran Nawaf. Anda tidak bisa
mencercanya sebab telah berpesta ria bersama model-model berbikini. Itu adalah alami.
Saat naluri manusia dibungkam oleh undang-undang, apakah itu
syari’at atau sekular, maka saat ada kesempatan untuk terhindar dari
undang-undang, saat itu itulah naluri tersebut meledak. Duarr.. Bukankah ini
fenomena yang alami yang bisa terjadi dimana saja dan terjadi oleh siapa saja?
Apalagi, “jihad melawan hawa nafsu” adalah jihad akbar, yang
terbesar dari antara jihad-jihad lainnyaa. Lihatlah, ISIS pun tak sanggup kalau
harus berhadapan dengan “selangkangan”. Dibuatlah konsep “budak seks” yang
dianggap syar’i. Padahal itu cuma akal-akalan mereka yang sulit berjihad
melawan hawa nafsu.
Kalian harus paham kalau level jihadnya Pangeran Nawaf masih
terbatas pada “takut” dengan undang-undang. Makanya, saat beliau berada di
suatu tempat dimana undang-undang tersebut tak berlaku, yah beliau akan “berani”
untuk melanggarnya.
Seperti mereka yang takut sama “pajak”. Rasa takutnya ini
memaksa mereka cari tempat lain dimana tak ada “pajak” di dalamnya. Sialnya,
gara-gara “panama papers”, rasa takut mereka terbongkar.
Sebenarnya, hukum dan undang-undang itu adalah untuk “dipahami”
bukan ditakuti. Memahami bahwa semua itu baik untuk kita, kalau dijalankan.
Tuhan gak pernah maksa kita kok. Cerita-cerita tentang “azab
yang pedih” hanyalah contoh bahwa setiap sebab punya akibatnya. Setiap kebaikan
punya ganjarannya, setiap keburukan punya balasannya. Dan memilih jalan
kebaikan atau keburukan, itu kuasa kita untuk mengambilnya. Kita berkuasa penuh
atas takdir kita.
Jadi, jangan terlalu bersemangat yah mencerca sang Pangeran.
Sebab, ia sedang dalam masa “puber” dalam memahami Islam, memahami “jihad
melawan hawa nafsu”. Meski, ia adalah orang penting di Arab, tempat Islam
lahir.
Tak penting kita lahir dimana, berbangsa apa, berkulit apa,
bersuku apa. Allah telah memberitahu kita, “Sebaik-baiknya kalian adalah yang
paling bertakwa di sisi Allah”. Yah... “Di sisi Allah”. Dan cuma Allah yang
TAHU.
Sepanjang apapun gamismu, sepanjang apapun janggutmu, dan
sehitam apapun dahimu, hanya Allah yang TAHU siapa yang paling bertakwa di
sisi-Nya.
Bisa jadi Ahok lebih “bertakwa” dibanding anda... #lah
No comments:
Post a Comment